Adanya penetapan identitas flora dan fauna (puspa dan satwa) masing-masing
daerah dimaksudkan sebagai upaya pengenalan suatu daerah dipandang dari
keunikan suatu jenis tumbuhan dan satwa asli/khas yang terdapat di daerah
sehingga menggambarkan ciri khas daerah.
Dengan penetapan identitas (mascot) tersebut diharapkan dapat meningkatkan
rasa ikut memiliki dan menanamkan kebanggaan terhadap suatu jenis tumbuhan
dan satwa, meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat berperan secara
aktif dalam upaya melestarikan keberadaannya serta sebagai sarana peningkatan
promosi kepariwisataan daera.
Atas pertimbangan tersebut, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera
Utara melalui Surat Keputusan No. 522.5/1611/K/TAHUN 1991 tanggal 8 Juni
1991 telah menetapkan Identitas Flora dan Fauna Daerah Tingkat I Sumatera
Utara, yakni :
- BUNGA KENANGA (Cananga odorata) sebagai identitas flora
- BEO NIAS (Gracula religiosa robusta) sebagai identitas fauna
BUNGA KENANGA (Cananga odorata)
Bunga Kenanga
(Cananga odorata) merupakan tanaman asli Indonesia.
Tanaman ini satu suku dengan sirsak dan srikaya, suku Annonaceae. Ditinjau
dari sosok tanamannya, Bunga Kenanga ini dibedakan atas 2 jenis, yaitu
: jenis pohon dan jenis perdu. Akan tetapi, keduanya termasuk dalam spesies
yang sama.
Tanaman Kenanga yang berbentuk pohon tingginya bisa mencapai 20-30 meter.
Sedangkan yang berbentuk perdu tingginya hanya mencapai 1-3 meter.
Kenanga merupakan tanaman yang berpotensi cukup tinggi. Secara tradisional
bunganya berfungsi sebagi bunga tabur dipemakaman, campuran bunga rampai
atau sebagai hiasan sanggul wanita. Bunga Kenanga juga dapat mendatangkan
devisa, dari bunganya yang wangi terkandung minyak atsiri. Selain itu bagian
batangnya mempunyai nilai ekonomi pula, kayunya yang ukuran besar dapat
dimanfaatkan untuk membuat berbagai perkakas rumah tangga, peti dan sebagainya.
BEO NIAS (Gracula religiosa robusta)
Salah satu jenis burung yang berasal dari Sumatera Utara dan banyak
diminati oleh masyarakat adalah burung beo. Burung beo banyak dipelihara
sebagai burung kesayangan karena kepandainnya bisa menirukan suara manusia.
Diantara beberapa jenis beo yang ada, Beo Nias (Gracula religiosa robusta)
termasuk yang paling populer dan banyak diminati penggemarnya.
Beo Nias merupakan jenis beo yang endemik di Sumatera Utara. Burung
beo ini habitatnya dijumpai di Kabupaten Nias. Untuk mencapai lokasi ini
ditempuh dengan cara :
- Mengendarai kendaraan pribadi atau kendaraan umum dari Medan sampai
ke pelabuhan laut Sibolga waktu tempuh lebih kurang 8 jam. Dari pelabuhan
ini dengan menggunakan kapal fery melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan
Gunung Sitoli 12 jam.
- Menggunakan pesawat terbang melalui bandara Polonia Medan dengan waktu
1 jam. Hanya saja frekwensi penerbangan terbatas.
Karena kepandaiannya mengeluarkan bunyi serta meniru pembicaraan orang
menyebabkan burung Beo Nias ini menjadi primadona . Namun banyak juga orang
tertipu disebabkan tidak dapat membedakan antara jenis Beo Biasa dengan
Beo Nias . Sepintas lalu antara keduanya hampir tidak ada perbedaan termasuk
kemampuan berbicara meniru omongan orang. Tetapi kalau diamati lebih mendalam
ternyata keduanya dapat dibedakan, yaitu pada ukuran badannya dimana Beo
Nias lebih besar dari pada beo biasa serta sepasang gelambir cuping telinga
berwarna kuning pada Beo Nias yang menyatu sedangkan beo biasa terpisah
(tidak menyatu).
Tidak dapat dipungkiri, bahwa potensi yang dimiliki Beo Nias ini menyebabkan
menjadi sasaran perburuan para penggemar burung. Tindakan tersebut, termasuk
memperdagangkannya jelas merupakan perbuatan yang salah, karena ini akan
berdampak terhadap penurunan populainya di habitat asli.
Untuk itulah, pada tahun 1970 Menteri Pertanian melalui Surat Keputusannya
No. 421/Kpts/Um/8/1970 telah menetapkan Burung Beo Nias sebagai salah satu
satwa yang dilindungi. Dengan demikian diharapkan adanya kesadaran seluruh
lapisan masyarakat untuk tetap mempertahankan kelestariannya di alam bebas.
Disamping perlu adanya upaya penangkapannya, untuk mempertahankan kelestariannya.
FLORA LANGKA SUMATERA UTARA
Propinsi Sumatera Utara memiliki berbagai jenis flora/fauna khas yang
masih tersimpan dalam hutan, memerlukan kajian untuk diketahui secara luas.
Dalam uraian berikut ini akan disajikan beberapa jenis flora langka dengan
maksud agar lebih diketahui secara umum dan selanjutnya diharapkan timbul
pemahaman dan tindakan guna pelestariannya. Jenis tersebut antara lain.
Anggrek Tien Soeharto
(Cymbidium hatinahianum). Bunga bangkai
(Jamorphophallus
titanum) dan Daun Sang
(Johannesteijsmania altifrons) sebagai
berikut :
ANGGREK TIEN SOEHARTO (Cymbidium hartinahianum)
Sumatera Utara boleh berbangga karena memiliki salah satu jenis tumbuhan
(jenis anggrek) yang endemik atau yang hanya tumbuh di Sumatera Utara.
Kebanggaan ini bertambah lagi disebabkan pada anggrek tersebut ditabalkan
nama ibu negara almarhumah Hj. Siti Hartinah Soeharto. Yaitu Anggrek Tien
Soeharto atau sering juga disebut dengan Anggrek Hartinah (Cymbidium
hartinahianum).
Habitatnya ditemukan di Desa Baniara Tele Kecamatan Harian Kabupaten
Tapanuli Utara (berbatasan dengan Kabupaten Dairi). Lokasi dapat dicapai
dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum dari kota Medan melalui
kota Sidikalang (ibukota Kabupaten Dairi) sejauh 400 km selama lebih kurang
5 jam perjalanan.
Gambar 1. Anggrek Tien Suharto)
Mengingat habitatnya berupa semak-semak yang tidak terawat serta sebagian
lagi lokasi perladangan penduduk dan ditambah lagi tidak adanya petunjuk
khusus (seperti papan informasi) tentang keberadaan lokasi ini, maka bagi
yang belum pernah akan mengalami kesulitan untuk menemukan.
Oleh karena itu disarankan agar terlebih dahulu menghubungi kantor Balai
Konservasi Sumber Daya Alam I Medan atau langsung pada Kantor Sub Seksi
Konservasi Sumber Daya Alam Dairi di Sidikalang yang akan membantu menunjukkan
lokasinya.
PENEMU
Anggrek ini pertama kali ditemukan oleh Rusdi E Nasution, seorang peneliti
dari Herbarium LBN/LIPI Bogor pada tahun 1976. Ketika itu anggrek ini tidak
ditemukan dalam berbagai pusta maupun dalam koleksi. Kemudian oleh peneliti
tersebut bersama peneliti lainnya J.B. Comber memberi nama ilmiah Cymbidium
hartinahianum yang juga berarti anggrek Tien Soeharto pada hasil temuannya.
Penabalan ini Ibu Negara pada jenis anggrek ini merupakan penghargaan
atas jasa-jasanya dalam rangka pengembangan dunia peranggrekan di Indonesia.
INDENTIFIKASI
(Gambar 2. Anggrek Tien Suharto di alam tidak terawat)
Anggrek Tien Soeharto tumbuh baik ditempat terbuka diantara rerumputan
serta tanaman lain seperti jenis paku-pakuan, kantong semar, dan lain-lain
pada ketinggian 1.700 meter diatas permukaan laut.
Anggrek ini merupakan anggrek tanah yang pertumbuhannya merumpun. Daunnya
berbentuk pita berujung meruncing dengan panjang 50-60 cm. Bunganya berbentuk
bintang bertekstur tebal. Daun kelopak dan daun mahkotanya hampir sama
besar, permukaan atasnya berwarna kuning kehijauan dan permukaan bawahnya
kecoklatan dengan warna kuning pada bagian tepinya.
UPAYA KONSERVASI
Habitat Anggrek Tien Soeharto di Baniara, Tele berada di luar kawasan
hutan, tepatnya pada areal kebun penduduk, yang diperkirakan hanya tinggal
lebih kurang 1.200 meter persegi. Sebagai lahan kosong, yang tidak dimanfaatkan,
selalu terbuka peluang pemanfaatan lahan untuk berbagai kegiatan seperti
misalnya pendirian bangunan/gedung dan perluasan kegiatan perladangan penduduk.
Kalau sampai ini terjadi baik habitat maupun populasinya akan musnah. Oleh
karena itu perlu langkah-langkah penyelamatan melalui penetapan habitat
dimaksud sebagai kawasan konservasi disamping mengadakan budidaya di luar
habitat aslinya (konservasi ex situ).
BUNGA BANGKAI (Amorphophallus titanum)
Bunga Bangkai
(Amorphophallus titanum) ini tumbuh di Kawasan
Taman Wisata/Cagar Alam Sibolangit. Bunga ini memberi pesona tersendiri
karena dismping keindahan juga pertumbuhannya yang tinggi dan besar. Itulah
sebabnya disebut juga dengan Suweg Raksasa. Bunga yang tumbuh 1995, tingginya
mencapai 210 cm. Sedangka sebelumnya tahun 1989 tingginya mencapai 150
cm. Dan diprediksi akan tumbuh lagi pada tahun 2000 di Taman Wisata Sibolangit.
PENEMU
Bungan Bangkai (Amorphophallus titanum) pertama kali ditemukan di Sibolangit
pada tahun 1920-an. Adapun penemu pertama jenis bunga ini adalah Odoardo
Beccari seorang pakar botani berkebangsaan Italia. Ketika itu, tahun 1878,
dalam perjalanannya di Kepahiang – Rejang Lebong (Bengkulu) ia menemukan
tumbuhan bunga bangkai. Kemudian oleh rekannya Prof. Giovanni Arcaneli
dari Turki, diberi nama ilmiah Amorphophallus titanum terhadap hasil temuan
Beccari tersebut. Sejak itu dunia botani mengenal bunga bangkai dengan
nama Amorpophallus titanum Beccari.
Bau bunga menimbulkan kesan tidak enak, seolah-olah bau bangkai yang
busuk seperti bangkai tikus, dan dari bau inilah maka namanya disebut bunga
(kembang) bangkai.
IDENTIFIKASI
Bunga ini muncul dari dalam tanah berasal dari umbi tumbuhan yang telah
hilang pada akhir masa pertumbuhannya. Dalam masa perkembangan, bunga atau
kembang sangat tergantung pada umbi yang ada di dalam tanah.
Bunga ini terdiri dari : tangkai bunga, kelopak atau selundang dan bongkol
berbentuk tugu ditengah-tengah kelopak bunga.
Perkembangan bunga yang dimulai sejak berbentuk kuncup hingga menjadi
kayu diperkirakan kurang lebih 2 bulan. Bahkan bunga bangkai yang tumbuh
di Taman Wisata Sibolangit pada tahun 1995 masa siklus dari mulai kuncup
hingga mekar jauh leih cepat sekitar 22 hari dan waktu tercepat pada saat
kelopak bunga layu hanya sekitar 24 jam.
Bunga bangkai (cadaver scent), terutama di malam hari, yang terkadang
aromanya dapat tercium sejauh 25 meter dari tempat tumbuhnya, menarik dan
merangsang lalat serta serangga lainnya untuk melakukan penyerbukan.
(Gambar 1. Bunga bangkai dapat mencapai 210 cm)
Banyak orang mengidentikannya dengan bunga bangkai yang satu lagi yaitu
Rafflesia arnoldi bunga terbesar di dunia (padma raksasa). Pada hal keduanya
memiliki perbedaan yang sangat prinsipil. Persamaan yang paling menonjol
diantara kedua kembang ini terletak pada bau atau aroma yang disebarkan.
Sedangkan perbedaannya meliputi :
- Dalam hal bentuk, dimana Rafflesia arnoldi berbentuk bundar melebar
sedangkan Arorphophallus titanum berbentuk kerucut seperti agung yang masih
berbalut;
- Bianga Arorphophallus titanum adalah umbi yang tertanam di dalam tanah.
Sedangkan Rafflesia arnoldi merupakan parasit yang tumbuh pada akar-akar
liana dan yang menyebarkannya terutama adalah babi hutan yang tidak sengaja
melukai akar liana dengan injakan. Pada injakan bekas kuku babi hutan itulah
spora rafflesia tersimpan dan menemukan tempat yang cocok untuk tumbuh.
DAUN SANG (Johannestijsmania altifrons)
Tumbuhan ini hanya dijumpai di daerah Besitang tepatnya di kawasan 242
Aras Napal, dan beberapa daerah disekitar kawasan tersebut. Persebaran
tidak luas dan bersifat endemik tidak ditemukan ditempat lain..
Besitang dapat dicapai dari Medan 2 jam kearah perbatasan Sumatera Utara
dan Aceh, selanjutnya ke lokasi di[erlukan waktu 2 jam menuju aras Napal
(daerah sekundur), melewati kebun sawit, jalan sangat jelek, bahkan pada
musin penghujan sulit dilalui.
PENEMU
Daun Sang Pertama kali ditemukan oleh Propesor Teijsman seorang ahli
botani dari Belada. Menurut IUCN jenis tumbuhan ini telah masuk dalam Red
Data Book sebagai jenis yang terancam punah.
IDENTIFIKASI
Daun Sang adalah termasuk keluarga Palmae, yang memiliki daun tunggal
ukuran besar mencapai 3 meter panjang dan lebar 1 meter. Karena ukuran
dan daunnya yang kuat, masyarakat setempat dahulu memanfaatkan untuk atap
rumah.
Jenis ini termasuk tumbuhan yang tidak tahan kena sinar matahari langsung
(jenis toleran), lebih sering hidup dibawah naungan pepohonan. Hidup berkelompok
membentuk rumpun namun penyebarannya sangat terbatas.
(Gambar 1. Daun Sang)
Perkembangan jenis ini lebih banyak berasal dari dari anakan dari pada
bijinya yang tertutup oleh kulit tebal yang berbentuk bulat dan bergigi.